Lidik.id, Palembang – Direktur PT BSS sekaligus pimpinan PT SAL, Wilson Sutantio (WS), resmi ditahan penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) pada Senin (17/11). Penahanan dilakukan sesaat setelah WS hadir memenuhi panggilan penyidik, setelah sebelumnya dua kali mangkir dengan alasan menjalani perawatan di rumah sakit.
Penahanan WS merupakan hasil pengembangan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas pinjaman atau kredit dari salah satu bank pelat merah kepada PT BSS dan PT SAL, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp1,6 triliun. Dalam kasus ini, lima tersangka lainnya telah lebih dulu ditahan sejak 10 November 2025.
Kepala Kejati Sumsel, Ketut Sumedana, menjelaskan bahwa WS dua kali tidak memenuhi panggilan penyidik dengan alasan sakit. Namun pada 17 November 2025, WS akhirnya hadir dan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
“Untuk lima tersangka lainnya, penahanan dilakukan selama 20 hari sejak 10–29 November 2025. Sementara tersangka WS baru memenuhi panggilan hari ini setelah dua kali mangkir dengan alasan sakit,” ujarnya kepada wartawan, Senin (17/11/2025).
Setelah menjalani pemeriksaan intensif, penyidik menilai alat bukti telah cukup dan alasan objektif maupun subjektif telah terpenuhi. Penyidik kemudian menerbitkan Surat Perintah Penahanan terhadap WS.
“Usai pemeriksaan, WS langsung dibawa ke Rumah Tahanan Negara Kelas I Pakjo Palembang. Ia akan menjalani masa penahanan pertama selama 20 hari, terhitung 17 November hingga 6 Desember 2025,” kata Ketut.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, mengungkapkan bahwa estimasi kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,6 triliun. Namun jumlah tersebut berkurang dengan nilai aset yang telah dilelang dan disita penyidik senilai Rp506.150.000.000, sehingga kerugian akhir diperkirakan sebesar Rp1.183.327.492.983,74.
Terkait modus operandi, Vanny menjelaskan bahwa pada 2011 PT BSS melalui WS mengajukan kredit investasi kebun inti dan plasma sebesar Rp760.856.000.000. Kemudian pada 2013, PT SAL kembali mengajukan kredit ke kantor pusat bank pelat merah yang sama senilai Rp677.000.000.000.
“Dalam prosesnya, terdapat dugaan penyimpangan berupa pemalsuan fakta dan data, termasuk syarat agunan, pencairan dana plasma, serta pembangunan kebun yang tidak sesuai tujuan pemberian kredit,” jelasnya.
Akibat penyimpangan tersebut, fasilitas kredit menjadi macet.
Vanny menegaskan bahwa penyidikan masih terus berlanjut dan hingga kini ratusan saksi telah diperiksa.
“Kami akan membuka seluruh aliran dana, dokumen, dan proses terkait pemberian fasilitas pinjaman ini. Penyidikan masih terus berkembang,” tutupnya.









Discussion about this post